Akhir dari Sebuah Dongeng

 Aku baru saja menulis 3 lembar cerita, ternyata sudah sampai pada halaman terakhir dan dipaksa untuk berhenti. Padahal tinta pena ku masih tersisa banyak untuk menulis cerita selanjutnya tentangmu. Bahkan sebungkus coklat yang kau beri pada hari itu pun belum habis dan masih tersimpan dengan rapi di dalam sebuah kotak dingin yang kusebut 'kulkas'. Sama dinginnya dengan sikapmu di satu bulan yang lalu. Bahkan surat yang kutulis pada hari itu masih jua tersimpan dengan rapi di dalam tasku karena tak sanggup untuk memberikannya kala itu.

Siapa yang mengira bahwa hari itu bukan hanya hari dimana kamu mengantarku pulang dan berpisah, tetapi juga sebuah akhir dari perpisahan untuk sebuah rasa. Siapa sangka ternyata hanya aku yang merasakan rindu sedang kau jenuh.

Baiklah, aku putuskan untuk segera menutup buku dan mengakhiri dongeng ini karena sang tokoh utama tidak lagi ingin memberikan kontribusi terhadap isi cerita yang akan ditulis oleh si pengarang. Ia hanya mampu memberikan si pengarang kebebasan untuk menuangkan ekspektasinya tanpa ia mau mewujudkannya. Jika hanya satu pihak yang mencinta dengan tulus sedang lainnya hanya setengah hati bagaimana bisa dongeng ini menjadi sebuah cerita yang memiliki akhir yang bahagia?

Memang lebih baik secepatnya menutup buku ini. Tidak apa-apa untuk tidak memiliki akhir yang bahagia sebab sedih juga bagian dari hidup kan? Anggap saja ini adalah sebuah misi penyelamatan hati dari rasa sakit yang tak berkesudahan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Gorgeous Buildings of Berlin and Hannover, Germany

The Right Ways That You Need To Do For Interviewing Someone

A Little Talk About My Blog